Sedia obat Kolesterol – karena isinya daging semua!
Hari ini akses terhadap ilmu & gagasan sangat mudah ditemukan di berbagai tempat dan kapan saja. Ja & Joy hadir secara transaksional menjadi tempat pertukaran ilmu dan gagasan, memberikan dan menerima ide dengan adanya manfaat bagi semua pihak yang terlibat. Ini terjadi dalam berbagai bentuk kegiatan di Grand Opening Ja & Joy - Taman di Atas Kota kemarin, Salah satunya yang membawa angin segar adalah Idea Presentation. Mungkin bisa kita hitung jari berapa banyak kegiatan Idea Presentation yang pernah diadakan untuk publik di Kota Makassar.
Idea Presentation Ja & Joy merupakan sebuah platform bagi teman-teman untuk mendapatkan berbagai insight dengan ragam tema. Di Grand Opening Ja & Joy kemarin, tema yang dihadirkan seputar Book, Literasi & Media, Project & Event, Research dan Fashion & Craft dengan menghadirkan berbagai pelaku yang dianggap telah berpengalaman di bidangnya masing-masing. Kegiatan ini juga diharapkan menjadi pemicu api besar bagi para teman-teman di Kota Makassar, agar setidaknya bisa memulai berkarya dan memberikan dampak positif ke khalayak.
Pelbagai nama hadir meramaikan 5 Chapter Idea Presentation ini seperti:
Edelwis Mentovani menceritakan bagaimana Ja & Joy hadir menjadi sebuah titik temu untuk mendengarkan berbagai cerita perjalanan orang-orang yang menginspirasi.
“Ja & Joy adalah perwujudan ruang kolektif yang sangat menyenangkan. Di tengah hiruk pikuk kota, dengan segala rumit dan distraksi. Ja & Joy membuat sebuah taman bermain, di atas kota yang menarik orang-orang ke atas untuk bersantai sejenak merasakan minuman dan makanan enak, bermain skateboard. Sehingga dapat menjadi titik temu untuk mendengarkan berbagai insight dan cerita perjalanan orang-orang yang bisa menjadi inspirasi. Ja & Joy, joy with purpose!”, tandas salah satu pendiri dan pemilik Sediakala Collective.
Magdalena Ovi, penulis yang menjadi salah satu speakers idea presentation Chapter Book kemarin menjelaskan bagaimana Ja & Joy hadir dengan suasana meriah namun hangat.
“Berada di atas gedung dengan suasana taman yang meriah namun hangat, limpahan sinar matahari sore, di antara pepohonan, dan pemandangan matahari tenggelam tertangkap pandangan mata saat senja. Bercengkrama bersama sahabat dan kerabat ditemani kuliner ragam varian, didominasi produk lokal, dan spot-spot beraktivitas semi outdoor, memberi kesan dinamis dan energik”.
Mariesa Giswandhani menjelaskan bahwa kegiatan Idea Presentation ini diharap bisa menjadi agenda rutin yang banyak memberi manfaat kedepannya.
“Kegiatan Idea Presentation ini cukup bagus untuk dijadikan agenda rutin sebagai wadah sharing, semoga bisa terus berkembang dan mengangkat topik-topik yang relate serta menginspirasi”, tutur Dosen Universitas Fajar yang akrab disapa dosen online di dunia maya.
Sangat disayangkan jika kalian melewatkan Idea Presentation di perhelatan Grand Opening Ja & Joy tempo lalu. Banyak cerita segar yang dapat memotivasi bagi kita semua untuk berkarya. Namun, untuk kalian semua yang mungkin belum sempat hadir kemarin, kamu bisa mengakses beberapa materi Idea Presentation Ja & Joy dari para speakers di bawah ini ya!
Semoga bermanfaat! Sampai ketemu di Ja & Joy - Taman di Atas Kota.
Penulis: Muhammad Z
Grand Opening Ja & Joy – Taman di Atas Kota akhir tahun kemarin, menghadirkan ragam kegiatan dan aktivitas. Salah satu yang menjadi spotlight adalah Talkshow. Salahsatu Talkshow Ja & Joy yang mengusung tema “Kota, Desain dan Pengalaman Berkota” yang digelar 27 Desember 2023 kemarin mempertemukan Prof Nurdin Abdullah, Yulianti Tanyadji selaku Principal Architect & Urban Designer Gappa Lab Studio dan Muhammad Al Amin, Direktur Eksekutif WALHI Sulawesi Selatan. Adapun Tema pembahasan Talkshow kemarin ialah Pengalaman berkota yang sangat menarik untuk dibahas dan kami coba merangkum Talkshow kemarin.
Kebijakan Pembangunan Khususnya di Kota Makassar
Menurut Muhammad Al Amin dari Kebijakan dan manifestasi yang terpenting adalah visi.
“Visi yang paling penting. Kebijakan lingkungan adalah kebijakan politik. Environmental without a policy perspective is nonsense. Hari ini kita butuh sosok politik yang berani untuk menata kota ini jadi lebih baik. Yang humble, yang mau membuka diri ngobrol dengan banyak pihak untuk bagaimana membangun kota ini agar menjadi lebih berkelanjutan”.
Sedangkan menurut Prof Nurdin Abdullah, kita ini tidak pernah sampai tujuan karena setiap pergantian pemimpin, kebijakan juga akan ikut terganti.
“Di Indonesia. Kalau dulu kita mendengar pembangunan jangka pendek-panjang, karena ada patron kita membangun. Kalau sekarang, ganti pemimpin, ganti kebijakan. Itu masalah sangat krusial, makanya kita tidak pernah sampai di satu tujuan”.
“Yang kedua, kita itu cuma pintar bilang bayarlah pajak. Bukan iklan tersebut yang membuat orang membayar pajak, tapi hadirkan ruang publik yang nyaman, hadirkan jalan yang nyaman akses pejalan kaki, jalur pesepeda hingga ruang publik untuk anak bisa bebas bermain. Kenapa negara tetangga bisa maju, karena mereka setiap menerima pendapatan yang mereka ingat adalah pajaknya. Kenapa pajak itu penting? Mereka takut kalau layanan jadi terganggu karena negara kekurangan uang untuk mensubsidi pajak.”
Alhasil, dari banyaknya kebijakan pembangunan yang hadir hari ini, membuat banyak dari sekian orang termasuk Ibu Yuli merasa haknya direnggut.
“Dulu, saya sering membawa anak saya bermain ke taman, namun sekarang sebagian dari Taman malah dijadikan bangunan bertingkat banyak, di sini saya melihat hak warga untuk menikmati ruang terbuka direnggut. Perlu untuk mengembalikan ruang terbuka bagi masyarakat. Saya setuju dengan Pak Prof bawah pembangunan kota itu harusnya bentuk pertanggungjawaban dari pajak yang dibayarkan masyarakat, jadi haruslah berdasarkan kebutuhan dan keinginan masyarakat.”
Rencana Tata Ruang Wilayah Sekadar Investasi
Memperluas wilayah investasi di dalam kawasan rencana tata ruang wilayah mungkin sangat baik untuk pertumbuhan ekonomi suatu daerah, tetapi bagaimana perspektif para speakers kita melihat hal ini?
“Yang menjadi isu adalah rencana tata ruang wilayah kita itu berbasis investasi saja. Tidak memikirkan sesuatu yang visioner. Pada saat dijual sebagai sesuatu yang visioner, ujung-ujungnya investasi, keuntungan profit semata. Jadi tidak pernah murni ide visioner yang dijual”, tandas Yulianti Tanyadji.
Muhammad Al Amin menambahkan bahwa negara ini gila investasi, bukannya berpikir tentang bagaimana menciptakan kenyamanan untuk warga.
“Negara kita ini gila investasi, kenapa? Karena jika mereka sudah mendapatkan investasi, itu yang mereka jual ke pemilu-pemilu berikutnya. Bukan bagaimana membuat warganya nyaman tinggal di sebuah kota.”
“Perbedaan kita dengan negara luar adalah kepala daerah kita gontok-gontokkan merebut investasi. Jangan ada lahan kosong langsung di-gas saja, pake saintifik dong kalau ingin membuat sesuatu atau kebijakan. Pertama, dikaji, diukur dan dilihat seperti mana daerah yang tidak bisa dibangun atau diganggu. Sedangkan kebanyakan kalau sudah ada tanah kosong 1-2 hektar langsung dibangun para developer untuk perumahan. Kalau di luar, mereka menata, membangun transportasi publik”.
Prof Nurdin menjelaskan bagaimana saat ia ditugaskan menjadi Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan dan cara membangun kesan kepada para investor dengan cara memperbaiki akses.
“Akses jalan adalah urat nadi perekonomian. Kalau mau membangun kesan agar orang mau berinvestasi, terpenting akses diperbaiki supaya perekonomian berjalan dengan baik. Contohnya Toraja, kenapa menurun jumlah pengunjung, karena akses lebih mudah ke Toba dan sebagainya. Kalau ada orang Belanda izin cuti untuk ke Toraja, pasti waktunya habis di jalan. Saya hubungi Menteri Perhubungan, ini (bandara) harus dilanjutkan, Pak Menteri. Kita ini agak kesulitan, bandara bisa kita buat tapi akses jalan kesana belum mumpuni. Bagaimana kalau kita bagi dua, provinsi yang kerja akses jalan, pusat (negara) kerja bandara. Dalam setahun terbangun, apa yang saya lakukan? Subsidi tiket. Supaya bandara bisa hidup dulu”.
Sebuah Tata Kota yang Semestinya Humanis
Pendekatan desain sebuah kota yang memiliki nilai humanis, tentunya menjadikan manusia sebagai fokus utama dalam merancang kebijakan sampai bagaimana kebijakan tersebut diaplikasikan. Lalu bagaimana menurut para speakers kita?
Menurut Yulianti Tanyadji, ada dua syarat; pertama, mau mendengar; kedua, keterlibatan segala pihak.
“Yang pertama mau mendengar. Mendengar kenyataan bahwa kita tidak baik-baik saja hari ini. Juga mau menerima masukan dari orang yang memang paham dan melakukan riset.”
Yuli bercerita pada tahun 2005 Tim Kajian Implementasi Masterplan Mamminasata saat itu sudah menunjukkan daerah Muarat Tallo secara alami pasti terendam, karena fungsinya sebagai muara sungai. Kajian ini menunjukkan Kota Makassar akan terus ‘tenggelam’, karena beban area terbangun semakin besar di kota ini. Sementara secara global, fenomena naiknya muka air laut tidak bisa dihindari.
“Yang kedua, keterlibatan semua pihak. Hadirnya WALHI itu bukan hanya sekadar menjadi oposisi yang ngajak berantem saja, tapi juga membantu mengingatkan bahwa ada rambu-rambu yang harus dijaga”.
Yuli juga mengungkapkan harapannya, jika kebijakan sekurang-kurangnya dimulai dari dua faktor tersebut, pembangunan kota akan lebih humanis karena kita secara praktis membangun dengan melihat kualitas hidup masyarakat yang menggunakan kota ini.
Prof Nurdin Abdullah memberikan contoh bagaimana Ia membangun sebuah karya humanis yang dapat menyembuhkan.
“Satu contoh misal kenapa Pantai Seruni dibangun? Ruang publiknya dan sport centre-nya yang hijau, ada alun-alunnya terus kita bangun rumah sakit disitu. Rumah sakit berlantai 8 dibangun agar setiap orang yang masuk rumah sakit itu dengan melihat pemandangan saja itu sudah cukup merasa sehat. Melihat view laut, bayangkan saja orang ke rumah sakit dan tidak terlalu nyaman, ya nanti malah tambah sakit. Tetapi kalau kita membangun rumah sakit yang nyaman, kemudian mereka pagi bisa jogging, disitulah tingkat penyembuhannya lebih cepat”.
Sedangkan menurut Amin, dua syarat agar sebuah kota bisa menjadi lebih humanis, yaitu memudahkan dan pemimpin yang humanis.
“Yang memudahkan. Humanis itu yang memanusiakan. Indikator memanusiakan itu adalah yang bisa memenuhi segala kebutuhan manusia. Jadi, kalau ada kota yang menyulitkan manusia, berarti tidak bisa dikatakan humanis. Contohnya, seperti sebuah kota yang tergenang air disaat musim hujan sehingga menyulitkan aktivitas masyarakat, itu tidak humanis”.
“Yang kedua, tidak akan bisa memanusiakan orang di dalam kota jika pemimpinnya tidak manusiawi. Tidak memiliki visi dan walikotanya hanya memikirkan diri sendiri hingga merasa paling pintar”.
Amin juga menjelaskan bagaimana ketika pemerintah peduli dan memiliki visi yang jelas terhadap sebuah kota, musibah yang terjadi bisa dikelola dengan baik.
“Kalau dia (pemimpin) punya misi, dia ajak kabupaten lain. Kebijakan memang kerap berorientasi pada investasi, tapi itu hanya toolsnya bukan tujuannya. Contoh di Kota Maros, daerah Moncongloe itu banyak pemukiman. Masa tidak ada yang berpikir untuk membuat jalur transportasi publik dari Moncongloe ke Kota Makassar?”
“Mungkin pemerintah hanya berpikir hanya 10 tahun saja, tanggung jawabnya kalau sudah selesai, dia sudah tidak mau urus. Kalau Kota Makassar sudah bagus, bisa mengatasi ancaman banjir dan bisa menjadi penyangga, bubarkan saja WALHI”.
Banjir yang kerap terjadi bukanlah berasal dari kendali alam, namun ada di kendali kita sebagai manusia yang hidup berdampingan dengan sungainya, seperti yang diungkapkan Amin, “Sungai Tallo dan Je’neberang itu anugrah bukan musibah jika dikelola dengan baik. Kalau kita keliru memperlakukan alam, maka musibah yang kita dapat. Tapi kalau kita bijak mengelola alam, maka saya yakin alam akan membantu hidup kita agar tidak sengsara”.
Mindblowing, ya?
Harapan untuk Ja & Joy – Taman di atas kota
Terakhir kami bertanya perihal harapan untuk Ja & Joy – Taman di Atas Kota kepada 3 narasumber “Kota, Desain & Pengalaman Berkota”.
“Kita bersyukur ada ruang terbuka baru, public space untuk masyarakat, khususnya kaum muda yang juga berinovasi semacam UMKM. Tentu kita berharap tiada hari tanpa inovasi. Supaya masyarakat atau pengunjung juga semakin banyak datang kemari. Saya percaya ide dan gagasan dari Ja & Joy ini akan semakin kreatif insyaAllah”, kata Prof Nurdin Abdullah.
Amin juga menambahkan, “Pengalaman pada saat saya keluar negeri, saya menemukan banyak hal yang tidak ada di Indonesia. Banyak freelance, writer informal, kreator yang butuh space untuk kerja. Di luar sana ada working space, ketika saya penat membuat laporan tahunan, saya pasti kesana. Hari ini saya melihat daerah seluas ini (Ja & Joy) sangat amazing untuk di-develop seperti itu”.
“Ja & Joy ini inisiatif yang pertama kali menerapkan Private Own Public Open Space (POPOS) dengan mengaktifkan rooftop mall Nipah, yang merupakan bisnis kuliner yang mengedepankan komunitas dan ruang publik. Menariknya, NIPAH Park, bersedia berkolaborasi dalam ide baik ini, dengan tidak hanya berpikir jualan meterpersegi ruang komersil namun memberi kontribusi bagi Ruang Publik kota.”, tambah Yuli.
Kalau orang bisnis, kan saya kasih kamu luas lahan dan kamu bayar saya, buat NIPAH, yang menariknya adalah sevisi dulu, targetnya NIPAH ini bukan hanya jualan komersil tapi jadi ruang publik di sebuah kota”, tambah Yuli.
Setelah membaca seluruh rangkuman pembahasan Talkshow ini, kita jadi berpikir “Lalu kontribusi kita untuk mendukung kota ini apa? Harus mulai darimana? Kalau kata Yuli, “Antang sebentar lagi akan tutup. Pengelolaan sampah itu tidak selamanya kita salahkan pemerintah, tapi ya perlu dimulai dari kita”. So, walau terkesan kecil dan mungkin sepele, selalu memulai dari hal terkecil – menjaga kebersihan di manapun kamu berada yaa.
Penulis: Muhammad Z